Tenki no Ko: di Tengah Hujan di Tengah Tokyo

Catatan: tulisan ini berisi sedikit spoiler, kira-kira sekitar 30 menit pertama, terutama di bagian sinopsis.

TL;DR Tenki no Ko seperti film-film Makoto Shinkai sebelumnya memiliki kualitas gambar dan suara yang bagus. Ceritanya di sisi lain sebenarnya sederhana, bukan hal yang buruk karena disebabkan keserdehanaan ceritanya film ini mudah dinikmati. Ya, aku rekomendasikan untuk ditonton.

Pendahuluan dan sinopsis

Weathering with You (天気の子, Tenki no Ko, lit. “Child[ren] of Weather”) adalah film animasi yang dirilis pertama kali pada 19 Juli 2019 di Jepang. Ditulis dan disutradarai oleh Makoto Shinkai. Diproduseri oleh CoMix Wave Films, Wakana Okamura, Kinue Iito, dan Story Inc. Musiknya dikomposeri oleh Radwimps.

Tenki no Ko bercerita tentang Morihima Hodaka (森嶋 帆高) yang kabur dari rumah ke Tokyo. Di sana, ketika kondisi keuangan memburuk dia ditawari pekerjaan sebagai penulis majalah supernatural oleh Suga Keisuke (須賀 圭介) dan *spoiler* sepupunya Suga Natsumi (須賀 夏美). Topik artikel saat itu adalah cuaca Tokyo yang aneh (hujan setiap hari di musim panas) dan rumor gadis cerah (晴れ女, Hare Onna, lit. Sunny Woman).

Suatu hari, ketika hujan, Hodaka bertemu dengan Amano Hina (天野 陽菜) yang sempat membantu Hodaka ketika dia masih baru di Tokyo dan belum bekerja dengan Suga-san. Ternyata Hina adalah gadis cerah yang dirumorkan yang bisa membuat hujan berhenti. Hari-hari berikutnya keduanya berkeliling Tokyo menbantu orang-orang dengan mendatangkan cerahnya mentari.

Pekerjaan resmi Hina sebagai gadis cerah.
Pekerjaan resmi Hina sebagai gadis cerah.

Lanjutkan membaca “Tenki no Ko: di Tengah Hujan di Tengah Tokyo”

Shigatsu wa Kimi no Uso, Part 2.5: Live Action

TL;DR: adaptasi live action ini OK. Apabila hanya ada waktu luang sekitar 2 jam tidak ada salahnya menotonnya. Namun menurutku versi anime jauh lebih bagus daripada versi live action, meskipun durasinya lebih panjang. Bisa dikatakan justru lebih bagus karena lebih panjang, lebih terasa build up-nya dan lebih banyak yang terjadi.

Pada September 2016, live action “Shigatsu wa Kimi no Uso” dirilis ke bioskop. Live action adalah film yang diperankan oleh orang betulan yang bersumber dari media seperti manga atau anime, info untuk yang belum tahu. Film live action tersebut disutradarai oleh Shinjou Takehiko, ditulis oleh Tatsui Yukari, dan didistribusikan oleh Toho.

Apakah perlu sinopsis? Aku copas dari tulisanku sebelumnya saja ya, premis utama dan bagian awalnya sama sebabnya.

“Shigatsu wa Kimi no Uso” bercerita tentang Arima Kousei (diperankan Yamazaki Kento), yang berhenti bermain piano setelah ibunya meninggal dunia. Suatu hari, dia diajak oleh dua orang temannya Sawabe Tsubaki (diperankan Ishii Anna) untuk menemani dia dan Watari Ryouta (diperankan Nakagawa Taishi) bertemu dengan seseorang. Orang tersebut adalah teman sekelas Tsubaki, Miyazono Kaori (diperankan Hirose Suzu), seorang violis, dan suka dengan Watari. Intinya, Kousei diajak agar Tsubaki tidak jadi obat nyamuk.

Pada hari tersebut bertepatan dengan jadwal kompetisi violin yang diikuti Kaori. Kousei, Tsubaki, dan Watari akhirnya menonton penampilan Kaori. Setelah dua tahun tidak berhubungan dengan dunia musik, Kousei diseret lagi ke dalamnya oleh sang violis, Kaori. Kousei perlu menghadapi trauma masa lalunya agar dia bisa bermain piano sekali lagi.

Dari kiri: Ishii Anna (Tsubaki), Yamazaki Kento (Kousei), dan Nakagawa Taishi (Watari).
Dari kiri: Ishii Anna (Tsubaki), Yamazaki Kento (Kousei), dan Nakagawa Taishi (Watari).

Spoiler free(?) opinion

Pertama-tama, aku salut dengan Yamazaki Kento dan Hirose Suzu (pemeran Kousei dan Kaori) yang berlatih selama 6 bulan sebelum pembuatan film. Dari beberapa lagu yang dimainkan aku tidak merasakan kejanggalan yang mengganggu, pendapat seseorang tanpa pengetahuan musik sama sekali. Ketika mereka bermain juga hanya sedikit gangguan (voice over dialog) sehingga kita bisa menikmati permainan piano/violin mereka. Lanjutkan membaca “Shigatsu wa Kimi no Uso, Part 2.5: Live Action”

Her Blue Sky (空青, Sora Ao) and Lingering Blueness

Akan aku coba untuk menuliskan sedikit mungkin spoiler pada tulisan ini. TL;DR film ini menuruku layak untuk ditonton di bioskop atau dibeli bluray-nya, dengan kekuatan utama pada karakter-karakternya dan penyampaian cerita yang menarik. Aku rasa film ini akan lebih bagus apabila ada tambahan 5-10 menit untuk menyelesaikan beberapa hal, setidaknya credit roll memberikan sedikit tambahan cerita. Tidak sebagus AnoHana namun lebih karena durasinya yang <2 jam. Skor objektif mungkin 8.5/10, atau 9/10 jika aku boleh subjektif.

Kira-kira seminggu yang lalu aku menonton “Her Blue Sky” atau nama asli di Jepangnya 空の青さ知る人よ (Sora no Aosa Shiru Hito yo, lit. “To Those Who the Blueness of the Sky”, atau SoraAo) adalah film animasi yang diproduksi oleh Cloverwork. Film ini dirilis di Jepang 11 Oktober 2019 dan di Indonesia 11 Maret 2020 lalu. SoraAo adalah film kolaborasi antara Tatsuyuki Nagai (sutradara), Mari Okada (penulis), dan Masayoshi Tanaka (desain karakter dan chief animation director) yang sebelumnya bekerja bersama membuat AnoHana dan KokoSake.

SoraAo menceritakan kehidupan Aioi Aoi — coba ucapkan namanya dengan cepat berulang kali, siswi kelas 3(?) SMA, dan orang-orang di sekitarnya di sebuah kota kecil yang aku lupa namanya. Aoi ingin pergi ke Tokyo dan membuat band yang saat ini beranggota dirinya sendiri. Dia menginginkan hal tersebut karena pengaruh Kanamuro Shinosuke a.k.a Shinno — teman kakaknya, Aioi Akane, yang dulu (13 tahun yang lalu) latihan band-nya sering Aoi lihat. Nakamura Masamichi a.k.a Michi, teman Akane yang saat ini berkerja di balai kota ingin mengundang penyanyi Enka untuk semacam acara revitalisasi kota tersebut. Oh, juga ada Nakamura Masatsugu a.k.a Tsugu, anaknya Michi, saat ini SD kelas 6(?) yang sejak kecil bermain bersama Aoi; dan teman SMA Aoi, Ootaki Chika. Lanjutkan membaca “Her Blue Sky (空青, Sora Ao) and Lingering Blueness”

Mengapa Bintang Berkedip dan Petualangan Sherina

TL;DR Bintang letaknya sangat jauh dari Bumi. Pergerakan udara atmosfer menyebabkan berkas cahaya bintang bergeser seperti zig-zag. Retina kita menangkap titik yang bergeser-geser ini yang diterjemahkan sebagai bintang yang berkedip.

Entah mengapa aku baru ingat kalau aku ingin menulis berkaitan dengan topik ini. Aku ingin menyalahkan penulis naskah Petualangan Sherina untuk kesalahpahaman ini. Pada film tersebut, Sadam (Derby Romero) menjelaskan— Oh ya, spoiler untuk kalian yang belum nonton film yang keluar tahun 2000 ini— kepada Sherina (Sherina Munaf) perbedaan antara bintang dan planet. Ada baiknya aku tuliskan dialognya.

Sekitar 1 jam 20 menit di film.

Sherina: “Wow, bintang yang itu terang banget!”

Sadam: “Itu bukan bintang, tapi planet.”

Sherina: “Emang. Bintang sama planet, bedanya apa sih?”

Sadam: “Kalau bintang seperti Matahari, punya cahaya sendiri. Kalau planet seperti Bumi, terang karena mantulin sinar Matahari.”

Sherina: “Lho kalau cuma mantulin, Kenapa planet itu bisa lebih terang daripada yang lain?”

Sadam: “Karena letaknya paling dekat dengan Bumi. Namanya Planet Venus, kalau yang itu Merkurius. Yang lain sebenarnya banyak yang lebih terang, tapi karena letaknya jauh jadi cuma kelihatan kedip-kedip. Namanya bagus-bagus, Canopus, Capella, Vega.”

Kemudian Sherina bernyanyi.

Lanjutkan membaca “Mengapa Bintang Berkedip dan Petualangan Sherina”